04 Maret 2011

Perempuan-Perempuan itu adalah Guruku

Belajar gak hanya di sekolah. Belajar bisa dari alam, lingkungan, organisasi, dan orang-orang di sekitar. Begitu pun dengan hidup saya. Saya gak pernah mikir harus menjadi yang terbaik dalam akademik, toh nantinya dalam hidup bukan nilai matematika ataupun fisika yang diterapkan tapi bagaimana kita bisa bersosialisasi dan bermanfaat bagi orang lain, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Memaknai belajar dan pembelajaran dapat diperoleh dari mana saja, saya selalu percaya bahwa orang-orang di sekitar saya adalah guru saya. Mengutip tulisan Andrew Mathews dalam bukunya “Ikuti Kata Hatimu” bahwa kita hidup di dunia adalah untuk belajar dan orang-orang di sekeliling kita adalah gurunya.

Awal kehidupan saya, ketika saya mulai mengerti hidup, pada usia 17 tahun, ayah saya selalu mengajak saya dan adik saya yang paling besar untuk berdiskusi. Masalah apa saja selalu kami diskusikan sesudah ritual salat maghrib dan makan malam bersama. Diskusi yang paling sering kami lakukan adalah soal memaknai kehidupan. Saya belajar banyak dari beliau, dan saya tetapkan beliau sebagai guru utama saya.

Beranjak usia, memasuki usia kuliah, saya memilih hijrah ke Kota Pelajar. Harapannya, saya bisa belajar hidup mandiri dan belajar memaknai hidup karena kalau terus-terusan berada bersama orang tua, saya khawatir pola pikir saya tidak berkembang. Yah, mungkin alasan saya karena saya masih dalam proses mencari jati diri.
Hidup jauh dari orang tua memang memberikan tantangan besar bagi saya, karena untuk pertama kalinya saya harus berpisah dengan para motivator saya.

Disini, saya berkenalan dengan banyak orang dengan beragam latar belakang pendidikan, suku, terutama berbagai sudut pandang mereka tentang hidup.

Di Jogja Berhati Nyaman, saya berkenalan dengan sosok-sosok perempuan luar biasa menurut saya. Mereka mengajari banyak hal. Saya yang dasarnya adalah perempuan cengeng terkadang malu melihat mereka yang begitu tegar menghadapi hidup. Mereka, sahabat-sahabat terbaik saya. Bukan berarti saya pilih-pilih teman, tapi saya tau merekalah orang-orang yang selalu berada di belakang saya ketika saya mulai rapuh, setelah ibu saya tentunya. Mereka, tanpa mereka sadari memberikan banyak ilmu untuk saya. Diskusi-diskusi singkat kami di kos, di kelas, di bangku coklat kampus selalu menginspirasi saya untuk berubah ke arah lebih baik. Mereka, mungkin mereka sadari, selalu menasihati dengan omongan yang terkadang ‘pedas’ tapi saya tidak pernah merasa sakit, karena saya tau mereka sayang sama saya. Kami kadang juga terlibat pada pertengkaran-pertengkaran kecil khas perempuan, tapi itu tidak berlangsung lama karena kami tau kami saling membutuhkan satu sama lain. Saya gak tau apakah mereka menyadari pengamatan dan penilaian saya terhadap mereka, yang jelas sampai saat ini, saya selalu kagum pada mereka. Karena keunikan mereka membawa makna dan warna tersendiri dalam hidup saya di perantauan ini.

Untuk kalian, sahabat-sahabatku tersayang..

Mana yang harus dipilih?

Ketika kamu bilang,"udah ada anggur putih, kenapa gak kamu 'minum'?"

aku bilang,"aku nunggu air putih!"

mereka bilang,"anggur putih kan lebih mahal, kenapa ditolak?"

aku membatin,"menolak kan bukan berarti gak suka, ada banyak alasan kenapa aku gak minum anggur putih,"

juga ada banyak alasan kenapa aku tetep nunggu air putih untuk 'diminum' sekalipun aku kehausan dan gak tau sampe kapan harus nunggu.

mungkin kamu bilang,"yang kau inginkan, tak selalu yang kau butuhkan,"

tapi buatku, mungkin inilah perasaan, kadang gak bisa dimengerti kenapa kayak gini.

ada lagi yang bilang,"mungkin itu obsesi,"

entahlah, tapi aku yakin air putih itu pasti ada. di gurun yang katanya kering banget juga tetep ada oase kan?

suatu saat aku pasti 'minum' air putih, hanya soal waktu.

mengutip kata-katamu tempo hari.

*curhatan ngawur setelah 'didongengi' sembari belajar sosiolinguistik

Sederhana-Menyederhana-Kesederhanaan-Disederhanakan..

Perempuan selalu identik dengan perhiasan emas berkilau, pakaian mewah, tas merk terkenal, ataupun sepatu mentereng.

Tapi saya, kamu, kita semua harus jadi perempuan sederhana dengan segala kerapian, jiwa yang mentereng, akhlak yang bagus, dan kesalehan yang mewah.

:)

"Jadi glamour itu gampang, hidup sederhana itu susah namun pasti bisa,"

Kata Pak Trimo,"Kita memilih hidup sederhana,"